Metrobatam.com, Lingga – Penanganan konflik lahan, khususnya yang berujung pada dugaan tindak pidana seperti pengancaman dan perusakan, harus dilakukan secara cermat dengan menjunjung tinggi prinsip objektivitas dan keadilan hukum.
Meski belum ada satu regulasi tunggal yang secara eksplisit mengatur konflik agraria, aparat penegak hukum memiliki dasar hukum yang cukup kuat untuk menangani kasus semacam ini.
Sejumlah payung hukum yang digunakan dalam penanganan konflik lahan antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 368-369 yang mengatur tentang pengancaman, serta Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yang mengatur kewenangan Polri dalam menjaga keamanan dan menegakkan hukum. Selain itu, Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana juga menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menangani kasus agraria.
Kapolres Lingga, AKBP Pahala Martua Nababan, merespons viralnya video pencabutan tanaman sawit yang disebut-sebut terjadi di atas lahan sengketa di Desa Tinjul, Kecamatan Singkep Barat
Dalam Video Konpren di hadapan wartawan, pada Rabu (07/05/2025), AKBP Pahala menegaskan bahwa kejadian tersebut tidak terjadi di area yang berstatus sengketa.
“Dari hasil penyelidikan kami, lokasi perusakan bukan berada di lahan sengketa, melainkan di atas lahan milik warga yang berada di sekitar tempat kejadian perkara,” ujar AKBP Pahala kepada awak media.
Meski demikian, klarifikasi ini memicu berbagai tanggapan dari masyarakat. Banyak yang mempertanyakan kejelasan status lahan tersebut, mengingat video yang tersebar di media sosial menunjukkan aktivitas pencabutan sawit yang diduga kuat terjadi di wilayah yang masih diperselisihkan kepemilikannya.
Ketegangan semakin meningkat karena hingga kini, konflik agraria di Desa Tinjul belum menemui titik terang. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi munculnya konflik sosial yang lebih luas apabila penyelesaian kasus tidak dilakukan secara transparan dan adil.
**SOROTAN PUBLIK**
Masyarakat berharap agar proses penanganan konflik lahan dilakukan dengan mengedepankan kejelasan hukum dan keadilan substantif, serta berbasis pada penyelidikan yang objektif terhadap akar persoalan. Langkah preventif dan penyelesaian damai diharapkan menjadi prioritas dalam menjaga stabilitas sosial di wilayah Lingga.
Awalludin.














