Busyro Muqoddas Nilai Kasus Patrialis Akbar Penistaan UUD

Metrobatam, Jakarta – Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menilai, kasus dugaan suap yang menjerat Patrialis Akbar merupakan penistaan terhadap Undang-undang Dasar 1945.

Patrialis diduga menerima suap untuk mengabulkan uji materi UU 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang tengah diuji di Mahkamah Konstitusi.

“Kasus ini penistaan UUD. Dan itu bukan tanggung jawab hukum tersangka saja,” ujar Busyro ditemui di gedung KPK, Jakarta, Senin (30/1).

Busyro menilai, secara kelembagaan MK turut bertanggung jawab terhadap Patrialis yang diduga menerima suap dari pengusaha Basuki Hariman. Sebab bukan sekali ini saja MK tersandung kasus suap.

Bacaan Lainnya

Sebelumnya, Ketua MK Akil Mochtar juga terlibat kasus serupa terkait uji materi sengketa pilkada. Ketua PP Muhammadiyah ini berpendapat, kasus yang menimpa Patrialis mestinya menjadi pembelajaran terakhir bagi MK.

“Secara kelembagaan harus dijadikan pembelajaran yang terakhir oleh institusi MK,” katanya.

Busyro mengatakan, terjadinya kasus tersebut menunjukkan bahwa MK perlu membenahi proses pengawasan internal. Pengawasan dapat dilakukan pihak lain yang terbukti berintegritas dan memiliki komitmen dalam masalah konstitusi.

“Ternyata sudah dua kali bobol kan. Jadi harus melibatkan unsur publik tentang aturan maupun pengawasan internal,” tuturnya.

Patrialis sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan saat bersama seorang wanita di mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, 25 Januari lalu. Patrialis diduga menerima suap dari pengusaha Basuki Hariman terkait pengujian UU Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK. Patrialis telah dibebastugaskan dari jabatannya melalui rapat internal dewan etik MK.

Jangan Dikaitkan dengan Pilgub
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai, operasi tangkap tangan hakim MK Patrialis Akbar merupakan proses hukum yang biasa dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia yakin, KPK telah memiliki bukti kuat sebelum melakukan operasi tangkap tangan itu.

Mahfud meminta agar kasus dugaan suap yang menjerat Patrialis tak dikaitkan dengan partai politik ataupun pemilihan gubernur. Sebab menurutnya, kasus tersebut tidak ada hubungannya dengan parpol. Keterlibatan Patrialis dalam kasus tersebut, kata Mahfud, harus bisa dibuktikan di meja hijau.

“Urusan Pak Patrialis ini adalah proses hukum yang biasa. Jangan dikaitkan dengan agama, pilgub, dan lainnya. OTT seseorang itu sudah ada patokannya. Kalau tidak memenuhi syarat ya tidak akan OTT,” kata Mahfud di Gedung KPK, Jakarta, Senin (30/1).

Sejumlah pihak sebelumnya menyebutkan, anggota parpol lekat dengan tindak pidana korupsi. Hal ini memunculkan kritik lantaran Patrialis sempat bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN) sebelum menjadi hakim konstitusi.

Mahfud berpendapat, kasus Patrialis saat ini telah digiring oleh kepentingan parpol tertentu. Padahal jika melihat rekam jejak sejumlah parpol, kata Mahfud, kasus korupsi juga menjerat anggota parpol lain.

“Di PDIP ada kasus Damayanti, di Golkar ada Zulkarnaen Djabar, di Nasdem ada Rio Capella. Dari semua parpol ada, tidak ada yang diskriminasi,” katanya.

Patrialis sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan saat bersama seorang wanita di mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, 25 Januari lalu.

Patrialis diduga menerima suap dari pengusaha Basuki Hariman terkait pengujian UU Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK. Patrialis telah dibebastugaskan dari jabatannya melalui rapat internal dewan etik MK.

(mb/cnn indonesia)

Pos terkait