Jaksa: Eksepsi Fredrich Yunadi Hanya Curhat dan Kekesalan

Metrobatam, Jakarta – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa kasus merintangi penyidikan korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi, hanya berisi ungkapan kekesalan dan curahan hati (curhat).

Pernyataan ini menanggapi eksepsi pribadi Fredrich yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pekan lalu.

“Dari 80 alasan eksepsi, nomor satu sampai 76 hanya berisi ungkapan kekesalan dan curhat dari terdakwa yang membantah fakta dalam surat dakwaan,” ujar jaksa Ikhsan Fernandi saat membacakan materi tanggapan dalam lanjutan sidang, Kamis (22/2).

Poin eksepsi itu di antaranya memuat keberatan Fredrich selaku pengacara yang merasa tidak dapat dituntut, perbuatan yang dilakukan hanya merupakan ranah kode etik, perbuatan yang didakwakan hanya asumsi, fitnah, palsu, dan memutarbalikkan fakta, serta Fredrich merasa tidak mengenal nama-nama dokter yang disebutkan dalam surat dakwaan. Selain itu Fredrich juga membantah memesan kamar tipe VIP di RS Medika Permata Hijau untuk kliennya saat itu, Setya Novanto (Setnov).

Bacaan Lainnya

“Kami berpendapat alasan-alasan itu merupakan bentuk penyangkalan atas fakta yang diuraikan dalam surat dakwaan,” kata jaksa.

Menurut jaksa, poin keberatan tersebut baru dapat diperiksa saat pemeriksaan pokok perkara. Sementara terkait poin eksepsi Fredrich nomor 77 sampai 80 yang menyatakan perkaranya masuk dalam ranah tindak pidana dinilai tak tepat.

Sesuai ketentuan UU Tipikor, KPK berwenang menyelidiki, menyidik, dan menuntut terhadap tindak pidana pasal 21 UU Tipikor tentang merintangi penyidikan. Sebab, kata jaksa, perbuatan merintangi penyidikan termasuk salah satu delik yang terdapat dalam UU Tipikor.

Di sisi lain, dalam praktik peradilan sudah banyak perkara tindak pidana pasal 21 UU Tipikor yang diadili dan diputus hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

“Dengan demikian alasan eksepsi sudah sepatutnya ditolak karena tidak sesuai dengan kaidah hukum pidana maupun praktik peradilan,” ucap jaksa.

Jaksa juga menolak keberatan tim kuasa hukum atas kewenangan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik Fredrich. Menurut jaksa, perkara yang menjerat Fredrich merupakan kewenangan jaksa karena bukan termasuk pelanggaran etika.

“Kami mendakwakan perbuatan terdakwa yang telah melanggar norma hukum pidana yakni ketentuan pasal 21 UU Tipikor yang sering dikenal dengan sebutan obstruction of justice,” terangnya.

Jaksa lalu meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan Fredrich dan tim kuasa hukum. Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan sela pada 5 Maret mendatang.

Fredrich sebelumnya didakwa merintangi penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP bersama dokter Bimanesh. Ia disebut merekayasa agar Setnov dirawat inap di RS Medika Permata Hijau pada pertengahan November 2017. Ia disangka melanggar pasal 21 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (mb/cnn indonesia)

Pos terkait