Siswi SMA yang Diteror Gegara Tak Berjilbab, Putuskan Pindah Sekolah

Metrobatam, Yogyakarta – Kasus teror kepada siswi SMAN 1 Gemolong Brebes gegara tak berjilbab berbuntut panjang. Setelah mediasi dengan Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati, sang siswi bernisial Z akhirnya pindah sekolah.

Mediasi itu berlangsung tertutup, di ruang Citrayasa kompleks rumah dinas bupati, Dusun Kebayanan Krajoyok, Sragen Wetan, Sragen, Jawa Tengah, Kamis (16/1) pukul 08.30-10.00 WIB. Selain pihak sekolah dan orang tua siswi, perwakilan dinas pendidikan Provinsi Jawa Tengah, serta segenap jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Kabupaten Sragen juga ikut dalam pertemuan ini.

Bupati Yuni mengklaim masalah sudah terselesaikan dengan baik. Namun dia tak mau merinci isi dari pertemuan tersebut.

Namun siswi Z belum masuk sekolah lagi saat itu usai mendapat teror via WhatsApp dan kasusnya jadi ramai diperbincangkan.

Bacaan Lainnya

Koordinator Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS), Sugiarsi mengungkap Z diduga mengalami tekanan batin sehingga terus merasa ketakutan. Sugiarsi mengungkap Z sempat tak mau menemui guru dari SMAN 1 Gemolong yang datang ke rumah Z untuk menemuinya. Namun setelah dibujuk, Z akhirnya menemui para guru tersebut.

Kembali ke mediasi di rumah dinas Bupati Sragen pada Kamis (16/1). Mediasi tersebut berlangsung tertutup, di ruang Citrayasa kompleks rumah dinas bupati, Dusun Kebayanan Krajoyok, Sragen Wetan, Sragen, Jawa Tengah. Selain pihak sekolah dan orang tua siswi Z, hadir pula perwakilan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, serta segenap jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Kabupaten Sragen.

Usai mediasi, ayah Z, Agung Purnomo mengungkap keinginannya agar Z pindah sekolah. Saat diwawancara kemarin, Minggu (19/1), Agung menceritakan akhirnya Z sudah mendapat sekolah yang baru di Solo.

Menurutnya, Z langsung bisa berinteraksi baik dengan teman-teman sekelas di sekolah barunya. Kondisi psikologis Z pun diakuinya berangsur membaik.

dia sudah merasa di tempat barunya dia menemukan teman-teman yang katanya seru. Kemarin kan sempat stres banget, sempat diare terus berat badannya sampai gering (kurus), turun lima kilogram,” lanjutnya.

Agung juga merasa lebih tenang usai anaknya pindah sekolah. Menurutnya, masih banyak faktor yang membuatnya memilih untuk memindahkan anaknya ke sekolah lain. Tak semua hal bisa disampaikannya ke publik.

“Tapi sudah saya sampaikan waktu mediasi dengan bupati kemarin,” tambah dia.

“Saya sudah sampaikan (waktu mediasi), dan itu sudah bukan kapasitas saya lagi untuk menyelesaikannya. Saya sudah matur (bilang) ke semua pihak yang hadir, ini sudah harus negara yang menyelesaikan,” imbuhnya.

Agung menuturkan, langkah yang dilakukannya selama ini semata-mata dalam kapasitas wali murid yang berhak dan berkewajiban mendukung anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik. Selain itu, dia sebagai warga negara juga merasa harus punya kepedulian dan fungsi kontrol terhadap sesuatu yang dianggapnya tidak benar.

Agung meminta insiden teror yang menimpa anaknya menjadi pembelajaran semua pihak. Terutama dirinya menunggu tindakan nyata dari pemerintah, untuk memastikan institusi pendidikan bersih dari intoleransi.

“Di sana (sekolah) itu ratusan orang tua mempercayakan anaknya untuk dididik menjadi generasi-generasi kita yang siap menyongsong masa depan, saya berpikirnya ke arah itu, bukan ke arah individual saya. Biar anak saya jadi martir, yang terpenting ke depannya harus lebih baik. Kalau tidak, harus ada tindakan tegas dari pemerintah. Paling tidak Pancasila itu adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar,” jelasnya. (mb/detik)

Pos terkait